Risk Aversion Mendorong Yen Terus Menguat (09 Juli 2009)
Arus penjualan aset-aset beresiko dengan imbal hasil lebih tinggi (risk aversion) terus berlanjut hingga perdagangan hari Rabu kemarin. Minat investor terhadap aset-aset beresiko menurun sejak awal Juni lalu seiring kekhawatiran terhadap outlook pemulihan ekonomi global. Kembali terganggunya outlook pemulihan ekonomi global menimbulkan kekhawatiran terhadap prospek keuntungan atas aset-aset beresiko (carry trade) sehingga mendorong investor melikuidasi posisi beli dan mengalihkan dana investasinya kedalam mata uang maupun aset-aset lebih aman. Tingginya tingakat penjualan aset-aset beresiko menekan mata uang dengan imbal hasil lebih tinggi terus terpuruk. Di sisi lain, mata uang dengan imbal hasil lebih rendah (US dollar dan yen) yang sekaligus sebagai mata uang aman terus menguat.
Gelombang penjualan aset-aset beresiko (risk aversion) secara besar-besaran terjadi sejak awal bulan ini menyusul buruknya serangkaian data fundamental ekonomi di negara-negara utama. Diawali dengan muramnya kepercayaan konsumen Amerika disusul dengan kembali meningkatnya penurunan jumlah tenaga kerja yang dirilis akhir pekan lalu, optimisme investor terhadap prospek pemulihan ekonomi global terus tertekan. Pesimisme pasar diperkuat dengan muramnya serangkaian data fundamental ekonomi dari negara-negara utama lainnya seperti turunnya sentimen investor maupun analis Uni Eropa serta kemungkinan diperpanjangnya program pembelian aset-aset beresiko Inggris menyusul permintaan kamar dangan Inggris (BCC) hari Selasa lalu.
Berbeda dengan perdagangan-perdagangan sebelumnya dimana investor cenderung untuk mengalihkan dana investasinya kedalama aset-aset maupun mata uang aman, pada perdagangan hari Rabu kemarin investor mengalihkan dana hasil penjualan aset-aset beresiko kedalam mata uang yen untuk mengembalikan dana pinjaman dari bank-bank Jepang. Seperti kita ketahui, dalam perdagangan beresiko, carry trade, investor meminjam dana dari mata uang dengan imbal hasil lebih rendah terutama bank-bank Jepang yang selanjutnya digunakan sebagai sumber pendanaan dalam membeli aset-aset dengan imbal hasil lebih tinggi. Keputusan investor untuk langsung mengembalikan dana investasinya ke bank-bank sumber pendanaan (bank-bank Jepang) tidak terlepas dari kekhawatiran terhadap keamanan investasi termasuk pada aset-aset maupun mata uang aman.
Pada perdagangan hari Rabu kemarin, pesimisme terhadap prospek pemulihan ekonomi global diperkuat dengan kekhawatiran akan terganggunya pertumbuhan ekonomi China menyusul gangguan stabilitas politik di negara bagian barat laut China. Sebelumnya, salah satu faktor pendorong optimisme terhadap pemulihan ekonomi global didasari oleh asumsi bahwa China akan menjadi lokomotif pertumbuhan dan menjaga pertumbuhannya. Kekhawatiran akan terganggunya pertumbuhan ekonomi China menjadi salah satu alasan pengembalian dana hasil penjualan aset-aset (risk aversion) langsung ke sumber pendanaannya.
Tingginya volume pembelian yen dari hasil penjualan aset-aset dalam perdagangan beresiko mendorong yen rally, menguat terhadap segenap mata uang utama lainnya termasuk terhadap US dollar. Yen menguat 3 hari berturut-turut terhadap US dollar dan berpotensi membukukan kenaiakn harian terbesar sejak pertengahan Maret, menguat ke level tertinggi sejak 17 Februari ke ¥91.82. Terhadap mata uang utama lainnya, yen menguat ke level tertinggi sejak 23 April ke ¥127.00, ke level tertinggi sejak 18 Mei terhadap sterling ke ¥146.74, ke level tertinggi sejak 28 Maret terhadap Swiss franc ke ¥83.94, dan ke level tertinggi sejak 18 Mei ke ¥70.94.
Penguatan juga dialami oleh mata uang aman lainnya, US dollar. US dollar menguat ke level tertinggi selama lebih dari 2 pekan terhadap euro ke $1.3833, ke level tertinggi selama 1 bulan terhadap steling ke $1.5985, ke level tertinggi sejak 26 Mei terhadap aussie ke $0.7724, dan menahan Swiss franc pada area level terendah sejak 25 Juni di CHF 0.0942.
Sterling Terus Terpuruk
Diantara mata uang utama dengan imbal hasil lebih tinggi, penurunan terbesar terjadi pada nilai tukar sterling. Karakter setling yang sangat sensitif terhadap aktivitas perdagangan beresiko dimana aset-aset berdenominasi sterling maupun mata uang sterling menjadi target utama dalam perdagangan beresiko selain mata uang berbasis komoditi seperti aussie menyebabkan sterling sangat tertekan seiring keluarnya investor dari perdagangan beresiko.
Selain besarnya arus penjualan aset-aset berdenominasi sterling seiring keluarnya investor dari perdagangan beresiko, pelemahan sterling juga masih dipengaruhi oleh muramnya outlook ekonomi dalam negeri Inggris. Permintaan BCC agar BoE memperpanjang kebijakan inkonvensionalnya dengan meningkatkan pencetakan mata uang baru sebagai sumber pendanaan bagi pembelian aset-aset bermasalah menimbulkan kekhawatiran akan terdepresiasinya nilai tukar sterling akibat membanjirnya persediaan sterling di pasar. Outlook ekonomi Inggris juga diperburuk dengan meningkatnya kontraksi ekonomi Inggris yang tergambar dari rilisan revisi GDP kuartal pertama dimana kontraksi ekonomi Inggris meningkat dibanding estimasi sebelumnya. Namun laju pelemahan sterling sedikit tertahan menyusul meningkatnya tingkat kepercayaan konsumen (consumer confidence) serta berkurangnya penurunan nilai perumahan yang dirilis hari Rabu kemarin.
Terhadap US dollar, sterling terpuruk ke level terendah selama 1 bulan ke $1.5985 melemah selama 5 hari berturut-turut. Terhadap mata uang utama lainnya, sterling tertekan ke level terendah sejak 8 Juni terhadap euro dan Swiss franc masing-masing ke £0.8671 terhadap euro dan ke CHF 1.7459 terhadap Swiss franc, melemah ke level terendah sejak 24 Juni terhadap aussie ke AU$ 2.0720.
          
Gelombang penjualan aset-aset beresiko (risk aversion) secara besar-besaran terjadi sejak awal bulan ini menyusul buruknya serangkaian data fundamental ekonomi di negara-negara utama. Diawali dengan muramnya kepercayaan konsumen Amerika disusul dengan kembali meningkatnya penurunan jumlah tenaga kerja yang dirilis akhir pekan lalu, optimisme investor terhadap prospek pemulihan ekonomi global terus tertekan. Pesimisme pasar diperkuat dengan muramnya serangkaian data fundamental ekonomi dari negara-negara utama lainnya seperti turunnya sentimen investor maupun analis Uni Eropa serta kemungkinan diperpanjangnya program pembelian aset-aset beresiko Inggris menyusul permintaan kamar dangan Inggris (BCC) hari Selasa lalu.
Berbeda dengan perdagangan-perdagangan sebelumnya dimana investor cenderung untuk mengalihkan dana investasinya kedalama aset-aset maupun mata uang aman, pada perdagangan hari Rabu kemarin investor mengalihkan dana hasil penjualan aset-aset beresiko kedalam mata uang yen untuk mengembalikan dana pinjaman dari bank-bank Jepang. Seperti kita ketahui, dalam perdagangan beresiko, carry trade, investor meminjam dana dari mata uang dengan imbal hasil lebih rendah terutama bank-bank Jepang yang selanjutnya digunakan sebagai sumber pendanaan dalam membeli aset-aset dengan imbal hasil lebih tinggi. Keputusan investor untuk langsung mengembalikan dana investasinya ke bank-bank sumber pendanaan (bank-bank Jepang) tidak terlepas dari kekhawatiran terhadap keamanan investasi termasuk pada aset-aset maupun mata uang aman.
Pada perdagangan hari Rabu kemarin, pesimisme terhadap prospek pemulihan ekonomi global diperkuat dengan kekhawatiran akan terganggunya pertumbuhan ekonomi China menyusul gangguan stabilitas politik di negara bagian barat laut China. Sebelumnya, salah satu faktor pendorong optimisme terhadap pemulihan ekonomi global didasari oleh asumsi bahwa China akan menjadi lokomotif pertumbuhan dan menjaga pertumbuhannya. Kekhawatiran akan terganggunya pertumbuhan ekonomi China menjadi salah satu alasan pengembalian dana hasil penjualan aset-aset (risk aversion) langsung ke sumber pendanaannya.
Tingginya volume pembelian yen dari hasil penjualan aset-aset dalam perdagangan beresiko mendorong yen rally, menguat terhadap segenap mata uang utama lainnya termasuk terhadap US dollar. Yen menguat 3 hari berturut-turut terhadap US dollar dan berpotensi membukukan kenaiakn harian terbesar sejak pertengahan Maret, menguat ke level tertinggi sejak 17 Februari ke ¥91.82. Terhadap mata uang utama lainnya, yen menguat ke level tertinggi sejak 23 April ke ¥127.00, ke level tertinggi sejak 18 Mei terhadap sterling ke ¥146.74, ke level tertinggi sejak 28 Maret terhadap Swiss franc ke ¥83.94, dan ke level tertinggi sejak 18 Mei ke ¥70.94.
Penguatan juga dialami oleh mata uang aman lainnya, US dollar. US dollar menguat ke level tertinggi selama lebih dari 2 pekan terhadap euro ke $1.3833, ke level tertinggi selama 1 bulan terhadap steling ke $1.5985, ke level tertinggi sejak 26 Mei terhadap aussie ke $0.7724, dan menahan Swiss franc pada area level terendah sejak 25 Juni di CHF 0.0942.
Sterling Terus Terpuruk
Diantara mata uang utama dengan imbal hasil lebih tinggi, penurunan terbesar terjadi pada nilai tukar sterling. Karakter setling yang sangat sensitif terhadap aktivitas perdagangan beresiko dimana aset-aset berdenominasi sterling maupun mata uang sterling menjadi target utama dalam perdagangan beresiko selain mata uang berbasis komoditi seperti aussie menyebabkan sterling sangat tertekan seiring keluarnya investor dari perdagangan beresiko.
Selain besarnya arus penjualan aset-aset berdenominasi sterling seiring keluarnya investor dari perdagangan beresiko, pelemahan sterling juga masih dipengaruhi oleh muramnya outlook ekonomi dalam negeri Inggris. Permintaan BCC agar BoE memperpanjang kebijakan inkonvensionalnya dengan meningkatkan pencetakan mata uang baru sebagai sumber pendanaan bagi pembelian aset-aset bermasalah menimbulkan kekhawatiran akan terdepresiasinya nilai tukar sterling akibat membanjirnya persediaan sterling di pasar. Outlook ekonomi Inggris juga diperburuk dengan meningkatnya kontraksi ekonomi Inggris yang tergambar dari rilisan revisi GDP kuartal pertama dimana kontraksi ekonomi Inggris meningkat dibanding estimasi sebelumnya. Namun laju pelemahan sterling sedikit tertahan menyusul meningkatnya tingkat kepercayaan konsumen (consumer confidence) serta berkurangnya penurunan nilai perumahan yang dirilis hari Rabu kemarin.
Terhadap US dollar, sterling terpuruk ke level terendah selama 1 bulan ke $1.5985 melemah selama 5 hari berturut-turut. Terhadap mata uang utama lainnya, sterling tertekan ke level terendah sejak 8 Juni terhadap euro dan Swiss franc masing-masing ke £0.8671 terhadap euro dan ke CHF 1.7459 terhadap Swiss franc, melemah ke level terendah sejak 24 Juni terhadap aussie ke AU$ 2.0720.

















Post a Comment