Kepercayaan Konsumen Amerika Turun, US dollar Menguat (12 Juli 2009)
Prospek pemulihan ekonomi global masih menjadi isu utama yang mempengaruhi sentimen perdagnagan di pasar mata uang asing (forex) sepanjang pekan lalu. Pasang surut optimisme pasar terhadap prospek percepatan pemulihan ekonomi global seiring rilisan data fundamental ekonomi maupun pernyataan-pernyataan dari berbagai pihak terutama berdampak terhadap minat investor pada perdagangan beresiko (carry trade) yang pada akhirnya menyebabkan fluktuasi pergerakan nilai tukar mata uang.
Berbekal buruknya data tenaga kerja Amerika (US non-farm payrolls) yang dirilis dua pekan lalu, optimisme pasar terhadap prospek percepatan pemulihan ekonomi global tertekan pada perdagangan awal pekan. Kekhawatiran akan tertahannya pemulihan ekonomi global di awal pekan diperkuat dengan meningkatnya penurunan sentimen investor maupun analis Uni Eropa (sentix index) yang turun ke level terendah sejak Mei 2009. Tertekannya optimisme terhadap pemulihan ekonomi gloabl dinilai investor sebagai ancaman terhadap aset-aset beresiko sehingga mendorong invetor keluar dari perdagangan beresiko (risk aversion) dan memburu aset-aset maupun mata uang aman. Konsisi tersebut menyebabkan mata uang dengan imbal hasil lebih tinggi tertekan dan dua mata uang aman dunia, US dollar dan yen menguat.
Memasuki perdagangan hari Selasa lalu, optimisme terhadap pemulihan ekonomi global terus tertekan menyusul permintaan dari kamar dagang Inggris (BCC) yang meminta bank sentral Inggris BoE untuk meningkatkan alokasi anggaran untuk program Quantitative Easing (QE). BCC meminta BoE menambah anggaran untuk pembelian aset-aset treasury pemerintah maupun perusahaan-perusahaan swasta ditingkatkan dari £125 milyar menjadi £150 milyar. Permintaan tersebut mengindikasikan besarnya kekhawatiran para pelaku bisnis terhadap kondisi ekonomi Inggris. Isu tersebut memperkuat pandangan negatif terhadap ekonomi Inggris setelah pemerintah mengumumkan revisi meningkatnya kontraksi GDP kuartal pertama dibanding estimasi sebelumnya.
Memasuki perdagangan hari Rabu, pesimisme terhadap prospek pemulihan ekonomi global diperkuat dengan kekhawatiran akan terganggunya pertumbuhan ekonomi China menyusul gangguan stabilitas politik di negara bagian barat laut China. Sebelumnya, salah satu faktor pendorong optimisme terhadap pemulihan ekonomi global didasari oleh asumsi bahwa China akan menjadi lokomotif pertumbuhan dan menjaga pertumbuhannya. Kekhawatiran akan terganggunya pertumbuhan ekonomi China menjadi salah satu alasan pengembalian dana hasil penjualan aset-aset (risk aversion) langsung ke sumber pendanaannya.
Terus meningkatnya penjualan aset-aset beresiko (risk aversion) mendorong mata uang dengan imbal hasil lebih tinggi terus tertekan dan mendorong mata uang aman terus meningkat. Diantara mata uang utama dengan imbal hasil lebih tinggi, penurunan terbesar terjadi pada nilai tukar sterling. Karakter setling yang sangat sensitif terhadap aktivitas perdagangan beresiko dimana aset-aset berdenominasi sterling maupun mata uang sterling menjadi target utama dalam perdagangan beresiko selain mata uang berbasis komoditi seperti aussie menyebabkan sterling sangat tertekan seiring keluarnya investor dari perdagangan beresiko. Pada 3 hari pertama perdagangan pekan lalu, sterling terkoreksi 1.66% terhadap US dollar dibanding penutupan pekan sebelumnya. Di sisi lain, diantara dua mata uang aman penguatan terbesar dibukukan yen dimana pada periode yang sama yen menguat 3.33%, jauh lebih besar dibanding US dollar yang hanya membukukan penguatan 0.25%. Besarnya penguatan yen dikarenakan selain sebagai mata uang aman, yen juga merupakan sumber pendanaan utama dalam perdagangan beresiko seiring rendahnya suku bunga BoJ. Tingginya volume pembelian yen dari hasil penjualan aset-aset dalam perdagangan beresiko mendorong yen rally, menguat terhadap segenap mata uang utama lainnya termasuk terhadap US dollar.
Sentimen pasar berbalik sejenak pada perdagangan hari Kamis menyusul keputusan BoE yang tetap mempertahankan besaran alokasi dana bagi program QE sebesar £125 milyar. Keputusan tersebut mengurangi kekhawatiran akan lonjakan inflasi dan ancaman pelemahan sterling akibat pencetakan mata uang baru secara besar-besaran. Pendanaan bagi program QE diperoleh melalui pencetakan mata uang baru. Keputusan BoE tersebut menjadi momentum pembalikan arah pergerakan nilai tukar mata uang terutama sterling yang rebound dari pelemahan selama 5 hari berturut-turut. Pada perdagangan hari Kamis lalu, sterling menguat dengan penguatan harian terbesar sejak pertengahan Desember 2008.
Namun sentimen positif dari kebijakan BoE tersebut tidak berlangsung lama, pesimisme terhadap pemulihan ekonomi global kembali meningkat pada perdagangan akhir pekan. Kali ini, outlook pemulihan ekonomi global tertekan menyusul rendahnya tingkat kepercayaan konsumen Amerika. The Reuters/University of Michigan mengumumkan indeks permulaan (preliminary index) kepercayaan konsumen Amerika anjlok pada bulan Juli setelah meningkat selama 4 bulan berturut-turut dipicu oleh meningkatnya pengangguran Amerika yang mendekati angka 10%.
Pasar tenaga kerja lagi-lagi menjadi perhatian masyarakat Amerika. Analis menyatakan ini merupakan perhatian besar terhadap pengangguran, dan masyarakan berfikir mereka tidak akan sanggup untuk mendapat penghasilan lebih besar. Dalam survey tersebut masyarakat menyatakan kecil kemungkinan untuk membeli kendaraan atau perlengkapan rumah tangga. Pernyataan tersebut meyakinkan bahwa pemulihan ekonomi kemungkinan lebih lamban dibanding yang telah diantisipasi. Penjualan kendaraan merupakan salah satu parameter yang digunakan untuk mengukur daya beli masyarakat selain perumahan.
Namun di sisi lain turunnya permintaan masyarakat terhadap kendaraan dan peralatan rumah tangga yang sebagian besar merupakan produk-produk impor berhasil menekan defisit perdagangan. Departemen perdagangan Amerika mengumumkan defisit perdagangan internasional bulan Mei menyusut 9.8% menjadi $25.96 milyar, defisit terkecil sejak November 1999, dari $28.79 milyar revisi bulan sebelumnya. Penurunan tersebut jauh di atas median forecast polling Reuters yang memperkirakan membengkak menjadi $30.20 milyar dari defisit sebelumnya (sebelum revisi) $29.16 milyar. Salah satu faktor yang memberi kontribusi dalam penurunan defisit perdagangan bulan Mei adalah turunnya permintaan terhadap suku cadang kendaraan impor seiring turupnya dua raksasa produsen otomotif Amerika General Motors dan Chrysler LLC yang telah dinyatakan pailit.
Kembali terganggunya optimisme pasar terhadap prospek pemulihan ekonomi global mendorong investor kembali melepas aset-aset beresiko (risk aversion) dan memburu mata uang aman (US dollar dan yen). US dollar dan yen menguat menghapus pelemahan hari sebelumnya. Selain perhatian terhadap outlook pemulihan ekonomi globa, isu lain yang mempengaruhi aktivitas perdagangan di akhir pekan kemarin adalah pernyataan kepala bank sentral Swiss Jean Pierre Roth dalam sebuah wawancara dengan media setempat menyatakan bahwa bank sentral (SNB) mendukung penuh kebijakan untuk meredam penguatan Swiss franc. Pernyataan tersebut merupakan kampanye untuk pelemahan Swiss franc sekaligus sebagai signal kemungkinan kembali dilakukannya intervensi secara langsung oleh SNB. Sebelumnya, SNB melakukan invtervensi langsung ke pasar dengan menjual Swiss franc pada 12 Maret lalu.
Berbekal buruknya data tenaga kerja Amerika (US non-farm payrolls) yang dirilis dua pekan lalu, optimisme pasar terhadap prospek percepatan pemulihan ekonomi global tertekan pada perdagangan awal pekan. Kekhawatiran akan tertahannya pemulihan ekonomi global di awal pekan diperkuat dengan meningkatnya penurunan sentimen investor maupun analis Uni Eropa (sentix index) yang turun ke level terendah sejak Mei 2009. Tertekannya optimisme terhadap pemulihan ekonomi gloabl dinilai investor sebagai ancaman terhadap aset-aset beresiko sehingga mendorong invetor keluar dari perdagangan beresiko (risk aversion) dan memburu aset-aset maupun mata uang aman. Konsisi tersebut menyebabkan mata uang dengan imbal hasil lebih tinggi tertekan dan dua mata uang aman dunia, US dollar dan yen menguat.
Memasuki perdagangan hari Selasa lalu, optimisme terhadap pemulihan ekonomi global terus tertekan menyusul permintaan dari kamar dagang Inggris (BCC) yang meminta bank sentral Inggris BoE untuk meningkatkan alokasi anggaran untuk program Quantitative Easing (QE). BCC meminta BoE menambah anggaran untuk pembelian aset-aset treasury pemerintah maupun perusahaan-perusahaan swasta ditingkatkan dari £125 milyar menjadi £150 milyar. Permintaan tersebut mengindikasikan besarnya kekhawatiran para pelaku bisnis terhadap kondisi ekonomi Inggris. Isu tersebut memperkuat pandangan negatif terhadap ekonomi Inggris setelah pemerintah mengumumkan revisi meningkatnya kontraksi GDP kuartal pertama dibanding estimasi sebelumnya.
Memasuki perdagangan hari Rabu, pesimisme terhadap prospek pemulihan ekonomi global diperkuat dengan kekhawatiran akan terganggunya pertumbuhan ekonomi China menyusul gangguan stabilitas politik di negara bagian barat laut China. Sebelumnya, salah satu faktor pendorong optimisme terhadap pemulihan ekonomi global didasari oleh asumsi bahwa China akan menjadi lokomotif pertumbuhan dan menjaga pertumbuhannya. Kekhawatiran akan terganggunya pertumbuhan ekonomi China menjadi salah satu alasan pengembalian dana hasil penjualan aset-aset (risk aversion) langsung ke sumber pendanaannya.
Terus meningkatnya penjualan aset-aset beresiko (risk aversion) mendorong mata uang dengan imbal hasil lebih tinggi terus tertekan dan mendorong mata uang aman terus meningkat. Diantara mata uang utama dengan imbal hasil lebih tinggi, penurunan terbesar terjadi pada nilai tukar sterling. Karakter setling yang sangat sensitif terhadap aktivitas perdagangan beresiko dimana aset-aset berdenominasi sterling maupun mata uang sterling menjadi target utama dalam perdagangan beresiko selain mata uang berbasis komoditi seperti aussie menyebabkan sterling sangat tertekan seiring keluarnya investor dari perdagangan beresiko. Pada 3 hari pertama perdagangan pekan lalu, sterling terkoreksi 1.66% terhadap US dollar dibanding penutupan pekan sebelumnya. Di sisi lain, diantara dua mata uang aman penguatan terbesar dibukukan yen dimana pada periode yang sama yen menguat 3.33%, jauh lebih besar dibanding US dollar yang hanya membukukan penguatan 0.25%. Besarnya penguatan yen dikarenakan selain sebagai mata uang aman, yen juga merupakan sumber pendanaan utama dalam perdagangan beresiko seiring rendahnya suku bunga BoJ. Tingginya volume pembelian yen dari hasil penjualan aset-aset dalam perdagangan beresiko mendorong yen rally, menguat terhadap segenap mata uang utama lainnya termasuk terhadap US dollar.
Sentimen pasar berbalik sejenak pada perdagangan hari Kamis menyusul keputusan BoE yang tetap mempertahankan besaran alokasi dana bagi program QE sebesar £125 milyar. Keputusan tersebut mengurangi kekhawatiran akan lonjakan inflasi dan ancaman pelemahan sterling akibat pencetakan mata uang baru secara besar-besaran. Pendanaan bagi program QE diperoleh melalui pencetakan mata uang baru. Keputusan BoE tersebut menjadi momentum pembalikan arah pergerakan nilai tukar mata uang terutama sterling yang rebound dari pelemahan selama 5 hari berturut-turut. Pada perdagangan hari Kamis lalu, sterling menguat dengan penguatan harian terbesar sejak pertengahan Desember 2008.
Namun sentimen positif dari kebijakan BoE tersebut tidak berlangsung lama, pesimisme terhadap pemulihan ekonomi global kembali meningkat pada perdagangan akhir pekan. Kali ini, outlook pemulihan ekonomi global tertekan menyusul rendahnya tingkat kepercayaan konsumen Amerika. The Reuters/University of Michigan mengumumkan indeks permulaan (preliminary index) kepercayaan konsumen Amerika anjlok pada bulan Juli setelah meningkat selama 4 bulan berturut-turut dipicu oleh meningkatnya pengangguran Amerika yang mendekati angka 10%.
Pasar tenaga kerja lagi-lagi menjadi perhatian masyarakat Amerika. Analis menyatakan ini merupakan perhatian besar terhadap pengangguran, dan masyarakan berfikir mereka tidak akan sanggup untuk mendapat penghasilan lebih besar. Dalam survey tersebut masyarakat menyatakan kecil kemungkinan untuk membeli kendaraan atau perlengkapan rumah tangga. Pernyataan tersebut meyakinkan bahwa pemulihan ekonomi kemungkinan lebih lamban dibanding yang telah diantisipasi. Penjualan kendaraan merupakan salah satu parameter yang digunakan untuk mengukur daya beli masyarakat selain perumahan.
Namun di sisi lain turunnya permintaan masyarakat terhadap kendaraan dan peralatan rumah tangga yang sebagian besar merupakan produk-produk impor berhasil menekan defisit perdagangan. Departemen perdagangan Amerika mengumumkan defisit perdagangan internasional bulan Mei menyusut 9.8% menjadi $25.96 milyar, defisit terkecil sejak November 1999, dari $28.79 milyar revisi bulan sebelumnya. Penurunan tersebut jauh di atas median forecast polling Reuters yang memperkirakan membengkak menjadi $30.20 milyar dari defisit sebelumnya (sebelum revisi) $29.16 milyar. Salah satu faktor yang memberi kontribusi dalam penurunan defisit perdagangan bulan Mei adalah turunnya permintaan terhadap suku cadang kendaraan impor seiring turupnya dua raksasa produsen otomotif Amerika General Motors dan Chrysler LLC yang telah dinyatakan pailit.
Kembali terganggunya optimisme pasar terhadap prospek pemulihan ekonomi global mendorong investor kembali melepas aset-aset beresiko (risk aversion) dan memburu mata uang aman (US dollar dan yen). US dollar dan yen menguat menghapus pelemahan hari sebelumnya. Selain perhatian terhadap outlook pemulihan ekonomi globa, isu lain yang mempengaruhi aktivitas perdagangan di akhir pekan kemarin adalah pernyataan kepala bank sentral Swiss Jean Pierre Roth dalam sebuah wawancara dengan media setempat menyatakan bahwa bank sentral (SNB) mendukung penuh kebijakan untuk meredam penguatan Swiss franc. Pernyataan tersebut merupakan kampanye untuk pelemahan Swiss franc sekaligus sebagai signal kemungkinan kembali dilakukannya intervensi secara langsung oleh SNB. Sebelumnya, SNB melakukan invtervensi langsung ke pasar dengan menjual Swiss franc pada 12 Maret lalu.
Post a Comment