Status US Dollar Sebagai Cadangan Devisa Global Masih Kokoh (16 Juni 2009)
Tarik ulur berkenaan dengan status mata uang Amerika, US dollar, sebagai mata uang cadangan devisa global berlanjut hingga perdagangan awal pekan ini. Perhatian terhadap status US dollar seabgai cadangan devisa global menemuka pekan lalu menyusul pernyataan dari 4 bank sentral negara-negara kaya yang tergabung dalam BRIC (Brazil, Rusia, India, dan China) yang merencanakan untuk mendiversifikasikan sebagian cadangan devisa asingnya dari US dollar ataupun aset-aset berdenominasi US dollar kedalam aset-aset lainnya. Lebih jauh, bank-bank sentral dari keempat negara kaya tersebut menyatakan perlu dipertimbangkan untuk mencari mata uang maupun aset-aset lain sebagai alternatif cadangan devisa asing. Salah satu aset yang dijadikan sebagai alternatif cadangan devisa asing menggantikan US dollar adalah produk obligasi multilateral yang ditawarkan oleh lembaga moneter internasional (IMF). Isu diversifikasi sendiri mencuat dilatarbelakangi oleh kekhawatiran akan semakin menggelembungnya defisit anggaran Amerika akibat runtuhnya sistem finansial global yang bermula dari krisis pasar kredit perumahan Amerika (subprime mortgage) pertengahan 2007 lalu. Keempat negara kaya tersebut (BRIC) dijadwalkan akan menggelar pertemuan di Mowkow tanggal 16 Juni mendatang untuk membicarakan kondisi ekonomi.
Isu diversifikasi kembali memudar pada perdagangan awal pekan ini menyusul pernyataan dari Menteri Keuangan Rusia Alexei Kurdin bahwa negaranya (Rusia) sepenuhnya yakin terhadap mata uang Amerika. Berbicara di sela-sela pertemuan 8 negara-negara industri (G8) di Italia akhir pekan lalu, Kurdin menyatakan status US dollar sebagai mata uang cadangan devisa utama dunia nampaknya tidak akan tergantikan dalam jangka menengah. Kurdin menegaskan, telalu sulit untuk menyatakan bahwa dalam beberapa tahun mendatang sistem tersebut akan berubah secara signifikan. Pernyataan Kurdin disampaikan hanya beberapa hari setelah Presiden Rusia Dmitry Medvedev mempertanyakan status US dollar, besama dengan gubernur bank sentral China Zhou Xiaochuan, yang mengindikasikan bahwa dunia kemungkinan membutuhkan patokan lain untuk penyesuaian utang internasional. Selama ini, utang internasional didasarkan atas mata uang Amerika Serikat (US dollar).
Pernyataan tersebut (Kurdin) merupakan penegasan masih kokohnya status US dollar sebagai mata uang cadangan devisa global, sekaligus memperkuat pernyataan dari Menteri Keuangan Jepang Kaoru Yosano akhir pekan lalu. Akhir pekan lalu, Yosano menyatakan bahwa kepercayaan negaranya terhadap surat utang Amerika tidak tergoyahkan dan status mata uangnya (US dollar) sebagai masih aman. Pernyataan serupa juga disampaikan lembaga moneter internasional IMF. Deputi Managing Director IMF John Lipsky menyatakan US dollar merupakan mata uang cadangan utama dalam ekonomi global dan akan tetap seperti itu sepanjang kita bisa melihatnya.
Semakin kokohnya status US dollar sebagai mata uang cadangan devisa utama global mendorong investor kembali memburu US dollar setelah pekan lalu melepasnya menyusul mencuatnya rencana diversifikasi. US dollar menguat terhadap segenap mata uang utama lainnya termasuk terhadap yen yang juga menguat seiring keluarnya investor dari perdagangan beresiko (risk aversion). Indeks dollar =USD> yang merupakan indeks nilai tukar US dollar terhadap 6 mata uang partner perdagangan utamanya menguat 1.52% ke 81.368 dari penutupan akhir pekan lalu di 80.150. Terhadap mata uang utama lainnya, US dollar menguat ke level tertinggi selama lebih dari 3 pekan terhadap euro ke $1.3757, ke level tertinggi selama 3 hari terhadap sterling ke $1.6243, ke level tertinggi selama 4 hari terhadap Swiss franc dan aussie masing-masing ke CHF 1.0949 dan $0.7905, dan ke level tertinggi selama 1 pekan terhadap yen ke ¥98.57.
Selain ditopang semakin kokohnya status US dollar sebagai mata uang cadangan devisa global, penguatan US dollar juga ditopang oleh keluarnya investor dari aset-aset beresiko (risk aversion) menyusul penurunan yang terjadi di bursa-bursa saham blobal termasuk bursa saham Wall Street. Indeks saham Dow Jones terus tertekan pada perdagangan awal pekan ini menyusul penurunan data aktivitas manufaktur di negara bagian New York serta turunnya aliran dana investasi yang masuk ke Amerika. The New York Federal Reserve mengumumkan indeks kondisi umum bisnis bulan Juni turun menjadi minus 9.41 dari minus 4.55 bulan sebelumnya, jauh lebih besar di banding median forecast polling Reuters yang memperkirakan turun 4.5%. Aliran dana investasi yang masuk ke Amerika juga mengalami penurunan. Departemen Keuangan Amerika mengumumkan Investor internasional membeli $11.2 milyar dalam bentuk equities, surat berharga, maupun obligasi, lebih rendah dibanding total pembelian bulan sebelumnya sebesar $55.4 milyar. Penurunan tersebut disebabkan oleh keputusan negara-negara pemegang surat utang pemerintah Amerika utama seperti China, Rusia, dan Jepang mengurangi kepemilikan produk-produk treasury Amerika.
Hengkanya investor dari aset-aset beresiko (risk aversion) juga mendoronng mata uang yang biasa dijadikan sumber pendanaan, yen menguat. Yen menguat ke level tertinggi selama 2 pekan terhadap euro ke ¥134.45, ke level tertinggi sejak 3 Juni terhadap Swiss franc ke ¥ 89.24, ke level tertinggi sejak 8 Juni terhadap sterling ke ¥158.84, dan ke level tertinggi sejak 9 Juni terhadap aussie ke ¥77.27.
Isu diversifikasi kembali memudar pada perdagangan awal pekan ini menyusul pernyataan dari Menteri Keuangan Rusia Alexei Kurdin bahwa negaranya (Rusia) sepenuhnya yakin terhadap mata uang Amerika. Berbicara di sela-sela pertemuan 8 negara-negara industri (G8) di Italia akhir pekan lalu, Kurdin menyatakan status US dollar sebagai mata uang cadangan devisa utama dunia nampaknya tidak akan tergantikan dalam jangka menengah. Kurdin menegaskan, telalu sulit untuk menyatakan bahwa dalam beberapa tahun mendatang sistem tersebut akan berubah secara signifikan. Pernyataan Kurdin disampaikan hanya beberapa hari setelah Presiden Rusia Dmitry Medvedev mempertanyakan status US dollar, besama dengan gubernur bank sentral China Zhou Xiaochuan, yang mengindikasikan bahwa dunia kemungkinan membutuhkan patokan lain untuk penyesuaian utang internasional. Selama ini, utang internasional didasarkan atas mata uang Amerika Serikat (US dollar).
Pernyataan tersebut (Kurdin) merupakan penegasan masih kokohnya status US dollar sebagai mata uang cadangan devisa global, sekaligus memperkuat pernyataan dari Menteri Keuangan Jepang Kaoru Yosano akhir pekan lalu. Akhir pekan lalu, Yosano menyatakan bahwa kepercayaan negaranya terhadap surat utang Amerika tidak tergoyahkan dan status mata uangnya (US dollar) sebagai masih aman. Pernyataan serupa juga disampaikan lembaga moneter internasional IMF. Deputi Managing Director IMF John Lipsky menyatakan US dollar merupakan mata uang cadangan utama dalam ekonomi global dan akan tetap seperti itu sepanjang kita bisa melihatnya.
Semakin kokohnya status US dollar sebagai mata uang cadangan devisa utama global mendorong investor kembali memburu US dollar setelah pekan lalu melepasnya menyusul mencuatnya rencana diversifikasi. US dollar menguat terhadap segenap mata uang utama lainnya termasuk terhadap yen yang juga menguat seiring keluarnya investor dari perdagangan beresiko (risk aversion). Indeks dollar =USD> yang merupakan indeks nilai tukar US dollar terhadap 6 mata uang partner perdagangan utamanya menguat 1.52% ke 81.368 dari penutupan akhir pekan lalu di 80.150. Terhadap mata uang utama lainnya, US dollar menguat ke level tertinggi selama lebih dari 3 pekan terhadap euro ke $1.3757, ke level tertinggi selama 3 hari terhadap sterling ke $1.6243, ke level tertinggi selama 4 hari terhadap Swiss franc dan aussie masing-masing ke CHF 1.0949 dan $0.7905, dan ke level tertinggi selama 1 pekan terhadap yen ke ¥98.57.
Selain ditopang semakin kokohnya status US dollar sebagai mata uang cadangan devisa global, penguatan US dollar juga ditopang oleh keluarnya investor dari aset-aset beresiko (risk aversion) menyusul penurunan yang terjadi di bursa-bursa saham blobal termasuk bursa saham Wall Street. Indeks saham Dow Jones terus tertekan pada perdagangan awal pekan ini menyusul penurunan data aktivitas manufaktur di negara bagian New York serta turunnya aliran dana investasi yang masuk ke Amerika. The New York Federal Reserve mengumumkan indeks kondisi umum bisnis bulan Juni turun menjadi minus 9.41 dari minus 4.55 bulan sebelumnya, jauh lebih besar di banding median forecast polling Reuters yang memperkirakan turun 4.5%. Aliran dana investasi yang masuk ke Amerika juga mengalami penurunan. Departemen Keuangan Amerika mengumumkan Investor internasional membeli $11.2 milyar dalam bentuk equities, surat berharga, maupun obligasi, lebih rendah dibanding total pembelian bulan sebelumnya sebesar $55.4 milyar. Penurunan tersebut disebabkan oleh keputusan negara-negara pemegang surat utang pemerintah Amerika utama seperti China, Rusia, dan Jepang mengurangi kepemilikan produk-produk treasury Amerika.
Hengkanya investor dari aset-aset beresiko (risk aversion) juga mendoronng mata uang yang biasa dijadikan sumber pendanaan, yen menguat. Yen menguat ke level tertinggi selama 2 pekan terhadap euro ke ¥134.45, ke level tertinggi sejak 3 Juni terhadap Swiss franc ke ¥ 89.24, ke level tertinggi sejak 8 Juni terhadap sterling ke ¥158.84, dan ke level tertinggi sejak 9 Juni terhadap aussie ke ¥77.27.
Post a Comment