Global Finance

24hour-open.blogspot.com

Risk Appetite Menekan US Dollar Melemah di Awal Pekan (30 Juni 2009)

Risk appetite atau minat investor terhadap aset-aset beresiko dengan imbal hasil lebih tinggi menjadi faktor utama yang mempengaruhi aktivitas perdagangan di pasar mata uang asing (Forex) awal pekan ini. Investor kembali memburu aset-aset dengan imbal hasil lebih tinggi dan melepas aset-aset aman berdenominasi US dollar maupun yen menyusul meningkatanya harga minyak dan saham, termasuk dibursa saham Wall Street. Besarnya prospek perolehan keuntungan atas aset-aset dengan imbal hasil lebih tinggi sekaligus mengalihkan perhatian investor dari isu pembentukan mata uang supranasional sebagai alternatif pengganti US dollar sebagai mata uang cadangan devisa global utama yang kembali mengemuka akhir pekan lalu.

Komoditi menjadi isu paling besar di pasar mata uang asing seiring menguatnya harga minyak mentah dunia. Harga minyak mentah jenis light crude di bursa New York Merchantile Exchange (NYMEX) kemarin melonjak hampir 4 persen menyusul serangan pemberontak terhadap instalasi minyak di Nigeria. Harga minyak mentah dunia menguat ke level tertinggi sejak 18 Juni ke $71.67 per barel, menguat 3.63% dari penutupan pekan lalu di $69.16 per barel. Meningkatnya harga minyak mentah dunia menjadi trigger penguatan saham-saham energi di bursa Wall Street dan mendorong indeks saham Dow Jones ke teritori positif menutupi pelemahan akir pekan. Bagi investor di pasar mata uang, penguatan indeks saham menjadi diartikan sebagai signal terbukanya peluang memperoleh keuntungan atas aset-aset termasuk saham.

Kelompok militer dominan di Nigeria melaporkan lawannya (pemberontak) telah melakukan serangan terhadap fasiolitas minyak termasuk pada instalasi minyak milik Royal Dutch Shell di Niger Delta sehari setelah Presiden Umaru Yar’adua mengajukan amnetsti. Serangan tersebut memaksa Royak Dutch Shell menutup produksi di Niger Delta Nigeria sementara hasil investigasi melaporkan serangan di dua cluster di ladang Estuary. Shell memperluas kondisi darurat 17 Juni lalu pada pengapalan minyak di Forcados hingga akhri Juni dan sepanjang Juli. Tindakan tersebut, yang terbebas dari kewajiban kontrak, yang pertama kali ditetapkan Maret lalu setelah sebuah serangan pada instalasi pipa lintas Escaravos.

Terganggunya produksi dan pengiriman minyak dari Nigeria, salah satu produsen minyak utama dunia menimbulkan kekhawatiran akan terganggunya pasokan minyak dunia. Besarnya perhatian terhadap ancaman krisis minyak dunia mendorong investor mengesampingkan isu diversifikasi bahkan setelah bank sentral China menyatakan selalu menjaga stabilitas kebijakan cadangan devisa asingnya. Berbicara di sela-sela pertemuan tahunan di Bank for International Settlement di Swiss, gubernur bank sentral (People’s Bank of China atau PBoC) China Zhou Xiaochuan menyatakan kebijakan cadangan devisa luar negeri mereka selalu stabil dan konsisten, dalam artian untuk maksud likuiditas, keamanan, dan pengembalian. Tidak ada perubahan secara tiba-tiba, tutur Siaochuan.

Menanggapi pernyataan tersebut, yang secara fundamental merupakan sentimen positif bagi US dollar, strategist di Advanced Currency Market, Melvin Harris sebagai mana dikutip Reuters menyatakan dirinya tidak sepenuhnya yakin terhadap apa yang disampaikan China. Harris menyatakan dirinya tidak berpikir kebijakan mereka (China) sejalan dengan kepentingan utamanya. Saat ini China memiliki terlalu banyak surat utang berdenominasi dollar. Dan Chian juga mencoba untuk mendiversifikasi dengan maksud untuk memanaje resiko. China merupakan negara pemegang aset-aset treasury Amerika terbesar dunia dengan nilai kepemilikan mencapai $763.5 milyar pada bulan April lalu.

Pandangan analis tersebut nampaknya sangat beralasan. Nuansa nampak kental dari pernyataan tersebut yang kontras dengan pernyataannya Jum’at pekan lalu dimana PBoC menyatakan untuk menghindari defisiensi dalam mata uang cadangan devisa utama, perlu dibangun suatu mata uang baru yang terhindar dari ekonomi negara yang mengeluarkannya. Pernyataan tersebut sejalan dengan pernyataan Presiden Rusia Dmitry Medvedev 5 Juni lalu yang mengusulkan negara-negara berkembang terebsar (BRIC) untuk menggunakan campuran mata uang regional sebagai cadangan devisa asing guna mengurangi ketergantungan terhadap US dollar.

US dollar melemah terhadap mata uang utama lainnya kecuali terhadap mata uang sumber pendanaan dalam risk appetite, yen yang juga melemah terhadap mata uang uatma lainnya. Meskipun gagal menembus level terendahnya pekan lalu terhadpa euro di $1.4118, US dollar berpotensi ditutup melemah untuk ketiga kalinya berturut-turut. Terhadap sterling, US dollar melemah ke level terendah selama 3 hari ke $1.6585 terhadap sterling, ke level terendah selama 2 pekan terhadap aussie ke $0.8098, dan tertahan dalam range perdagangan akhir pekan terhadap Swiss franc.

Post Your Comment

Bookmark and Share

24hour-open.blogspot.com © 2008 Template by Dicas Blogger Supplied by Best Blogger Templates

TOPO  

ss_blog_claim=47e60104227066d1213fd65a935f64ca